You’re Gonna Be Okay

Eventually.

Fase pertama ketika melepaskan sesuatu yang tadinya begitu berarti dalam hidup secara tiba-tiba pastilah marah.

Amarah menjadi satu dari sekian banyak emosi yang hadir dalam merepresentasikan kekecawaan dan rasa rindu tersebut.

Marah karena mengapa berakhir seperti ini.

Marah karena mengapa dia tidak berjuang dengan begitu hebatnya untuk mempertahankan dirimu.

Marah karena, betapa bodoh mengulang kesalahan yang sama terus menerus dan selalu berakhir seperti ini.

Tapi, pertanyaan berikutnya adalah, mau sampai kapan?

I mean, that is okay to have those emotions. You deserve to be angry.

Merelakan kehilangan bukan hal yang mudah untuk dilakoni. Tapi, pada akhirnya seluruh amarah itu akan terasa sia-sia jika terus menerus disimpan dan dijadikan amunisi untuk mendestruksi diri sendiri.

Jangan lah. Capek sendiri. Marah boleh, melukai diri sendiri jangan. Jadi apa yang harus dilakukan ketika marah?

Dari sebuah podcast saya mendengar bahwa ketika manusia dikelilingi oleh perasaan marah dan emosi berlebih, bergerak menjadi salah satu cara untuk merelease-nya. Olahraga bisa sih. Tapi kalau malas berkeringat, keliling jalanan sambil nangis-nangis dengan kendaraan bisa jadi solusi. Pokoknya pas sampai kamar badan sudah letih dan ketiduran.

Fase berikutnya setelah dealing with anger and everything adalah fase denial dan mencoba untuk merekonsiliasi. Ini bentuk mundur karena dorongan untuk kembali menyapa orang tersebut besar sekali. Ini fase yang berbahaya. Karena jangan sampai harga diri kamu tercecer begitu saja hanya karena satu ‘hai’ saja. Jangan sampai progres kamu mundur karena rasa rindu dan keragu-raguan sesaat.

Siapkan pertahanan terbaikmu, kesadaran barumu, bahwa dengan tetap berada di titik ini, menolak untuk merekonsiliasi dan mempertanyakan kembali hubungan kamu, adalah hal terbaik yang kamu punya.

Karena, beberapa cerita mungkin membutuhkan beberapa drama untuk membuatnya tetap menarik. Mungkin di ceritamu adalah pilihanmu itu sendiri.

Tapi, ya kalau menurut kamu semuanya bisa diselesaikan dengan orang tersebut. Ya, monggo. Misalkan sudah mentok banget, ya coba cari distraksi lain saja. Coba hubungi keluarga, rekonek dengan orang-orang lama, atau bahkan masuk ke komunitas baru. Bukan hanya untuk berusaha menghalau urgensi ketika isi kepalamu dipenuhi hanya dengan orang tersebut saja ya. Tapi, ya jangan-jangan kamu memang sudah lama saja tidak bertemu teman-teman kamu atau membuat teman-teman baru.

Terakhir, fase yang paling sialan adalah terbiasa dengan itu semua.

Terbiasa dengan rasa sakit yang telah menggerogoti namun pada akhirnya sudah menjadi bagian dalam keseharianmu. Akhirnya ketika melihat orang tersebut bahagia dengan orang lain dan tidak membutuhkanmu lagi kamu juga sudah terbiasa dengan hal tersebut. Tidak dengan rasa marah, tidak juga dengan rasa kecewa.

Dari situ saya juga berfikir, jangan-jangan perasaan ikhlas itu bukan hanya tentang berdamai dengan diri sendiri saja. Bisa jadi karena sudah terbiasa saja, dan akhirnya luka dan kekecawaan yang sedari kemarin mendongkol jadi bias sendiri. Inner peace mungkin hanya sebuah ilusi yang diglorifikasi agar mereka-mereka yang tersesat seperti melihat ujung perjalanannya.

Padahal kan enggak semua orang bisa survive dengan metode tersebut. Mungkin ada beberapa orang yang memang; “ya sudahlah saya loser dan terpaksa untuk bangun lagi dan mencoba lagi sambai ribuan hari sampai akhirnya sadar sudah bertahan sejauh ini.”

Dikasih tau pahitnya seperti itu juga enggak apa-apa sih sebenarnya. Hehe. Jalan untuk rileks dan tidak drama dalam hidup pasti panjang dan sulit tapi kan tidak ada yang tidak mungkin. Tergantung kita mau atau enggaknya.

Saya enggak janji kamu bisa dengan mudah bisa selesai dengan semua rasa kecewa kamu ya. Tapi setidaknya dalam prosesnya, dalam masa silent kamu, dalam masa kecewanya kamu, kamu bisa menemukan diri kamu lagi. Kamu bisa menemukan alasan untuk mencintai diri kamu ternyata jauh lebih penting dibanding mengejar-ngejar dan mempertanyakan kepergian orang tersebut. Itu yang terpenting sih. Jangan kebanyakan galau dan sakit hati. Enggak enak.

Jadi, selamat menikmati fase-fase itu semua ya! Kamu enggak sendirian. Sudah itu aja yang perlu kamu tahu.