There will be no coffee without you. Is it?

Pernah pada suatu malam kamu dan dia sedekat gula pada kopi hitam yang selalu dia seduh riang ketika begadang mengejar deadline.

“Sini gantian aku yang buat,” kamu memulai malam itu.

Dalam cangkir kecil tersebut, tidak pernah ada rasa sesak yang menyiksa. Hanya ada lanskap buih gula dan pekatnya kopi yang menyatu dengan air hangat. Mereka beradu intim dalam putaran sendok yang kamu pegang sambil tersenyum. Memandanginya.

Dalam cangkir kopi itu, baik gula dan kopi tidak ada yang berdebat mana yang lebih berharga, mana yang lebih penting. Dua-duanya melengkapi rasa. Akan aneh jika mereka berani berdiri sendiri. Dan tidak mungkin lah hal-hal menyenangkan seperti ini berakhir. Pikirmu saat itu.

Kamu pun berdoa semoga momen ini tidak cepat hilang dan esok cepat terulang kembali. Kamu meniup-niup tipis cangkir tersebut. Berharap yang terbaik.

Naif ternyata. Ternyata hari esok tidak semanis yang kamu harapkan, yang kamu rencanakan. Sialnya, tak pernah dan tak akan terjadi.

Seperti kisah romansa lainnya, ada ironi di hidupmu. Kamu dan dia tidak bersama lagi.

Di satu tahun ke depannya kemudian kamu belajar bahwa hal paling penting yang terlupakan adalah waktu selalu bergerak maju dan berinovasi.

Karena seperti yang kita tau, kini kopi tak butuh lagi butiran-butiran gula dalam cangkirnya.

Seperti dia tidak membutuhkanmu lagi di hidupnya.

Basi.

Dalam kertas plastik atau karton kecil di suatu kedai kopi sekarang ia bisa menjelma menjadi kopi susu. Kopi boba. Dan kopi-kopi kekinian lain yang akhirnya mengeliminasi satu elemen yang dulu pernah jadi satu paket yang beriringan.

Tinggal pesan di aplikasi online dan literan kopi tersebut hadir tanpa romansa dan kenangan sok manis yang tak perlu.

Seperti malam ini.

Seperti tulisan ini.

Sial! Pekikmu. Malam ini kamu tengah merindu kopi, kamu merindu romansa, kamu merindu dirinya. Layaknya kenangan dan rindu, mereka sekonyong-konyong hadir dan menusuk-nusuk pertahananmu yang baik-baik saja. Lalu hancur terbawa perasaan melankolis yang tak perlu.

Terlebih di hari-hari penting. Seperti malam ini. Seperti tulisan ini.

Tersisih memang menyakitkan, tapi menjadi tidak relevan adalah level yang lebih sialan lagi.

Tidak akan ada ucapan ‘bikinin kopi dong, tapi gulanya banyakin ya’ di malam-malammu lagi.

Itu semua sudah menjadi sejarah yang hanya terdengar asing dan berjarak dalam semesta kamu dan dia.

Karena, kamu tidak butuh cangkir yang memang tidak mau diisi.

Omong-omong, malam ini dia berulang tahun. Sepertinya mengucapkan selamat ulang tahun padanya rasanya tidak terlalu berlebihan. Ya kan? Toh hanya sekadar ucapan selamat ulang tahun saja. Tidak lebih.

Karena, sekarang kamu sudah menyadari bahwa sejak awal kopi itu dibuat kamu tahu makna kamu LEBIH dari sekadar pembuat kopi yang dicari sekali waktu.

In an ideal world, kamu si kenangan itu. Kamu si memori yang meradang manis pada kumpulan rasa yang tidak mungkin ia bisa ganti. Sehebat apa pun dirinya.